Minggu, 03 April 2016

Dibalik Kekuatan Ada Dukungan

Saya bukan aktivis. Saya hanya meluruskan apa yang belum lurus. Saya paham dalam menegur akan ada konsekuensi yang harus didapat oleh saya. Sedari kecil, Ayah selalu mengajari untuk berani. Berani bicara, berani maju paling depan, berani menegur, bahkan berani kontra untuk tidak menyetujui, berani mengakui. Ayah tidak pernah menyalahkan, mungkin saat itu Ayah hanya ingin menumbuhkan rasa berani terlebih dulu. Saat mulai beranjak dewasa, Ayah baru mengarahkan. Harus berani bicara saat saya sudah ada diposisi paling benar, berani maju terdepan saat ada orang yang berusaha menyakiti semesta dan berlaga sok punya kuasa, berani menegur apabila melihat kesalahan, berani tidak menyetujui apabila hasil penggabungan gagasan masih dirasa melenceng (tentu dengan beberapa alasan yang logis) dan inti dari ilmu berani ini ada dalam metode berani mengakui kesalahan. Ayah begitu paham bagaimana karakter saya. Dulu, saya bercita-cita sebagai abdi negara. Beberapa paman saya sudah menjadi bagian dari akademi kemiliteran indonesia. Saya meminta ijin pada Ayah untuk masuk kesana. Ayah saya menyetujui tapi menyayangkan. Mengapa? Ayah terlalu khawatir dengan pikiran kritis dan jiwa pemberontak saya. Setelah menemui kasus ini, saya paham apa yang dikhawatirkan oleh Ayah. Saya gagal masuk kesatuan, saya pilih ikut ayah.

Saya tumbuh menjadi orang yang keras dan tegas. Saya pernah didekati lelaki. Hanya sebentar, mereka akan pergi. Mengapa? Katanya saya terlalu idealis. Satu-satunya pria yang bertahan dan membuat saya bertekuk lutut, Kak Marham. Pria spesial ini adalah abdi negara. Diapun memberikan pengaruh besar terhadap hidup saya. Saya belajar menjadi kuat, sabar, berani, menerima, dan sifat sebagai pendamping prajurit. Saya memang keras dan tegas tapi saya sama sekali tidak egois.

Jika Anda benar mengenal saya, inilah buah karya dua lelaki spesial yang membuat saya kuat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar