Malam ini lembaran pertama buku diary menuntun mataku untuk
membacanya. Tertanggal 6 November 2010. Seminggu aku mengenalmu pangeran, tapi
disitu aku yakin jika kehadiranmu bukanlah untuk tersia-siakan. Pangeran,
seandainya kau tau apa yang aku rasakan. Aku sangat ingin berada disampingmu,
namun aku tau pasti kau akan pergi ketika aku berusaha mendekatimu. Hampir
setiap malam aku meminta agar tuhan membukakan pintu hatimu untukku. Aku tak
pernah bosan mengulang kata-kata itu saat bicara dengan tuhan. pangeran komang,
tolong lihat aku! Aku adalah seorang wanita yang menemanimu sejak umurmu 16
tahun. Aku adalah wanita kedua yang rela mengorbankan hidupku setelah ibumu.
Ingin sekali aku melihatmu pangeran, namun sekedar melihatmu dari jauhpun aku
tak bisa melakukannya. Aku bosan berpura-pura tak mencintaimu, aku sakit ketika
aku berkata aku membencimu pangeran. Seandainya aku bisa jujur padamu mungkin
aku akan sujud dikakimu agar kau bisa membukakan hatimu untukku meskipun aku
seorang wanita. Aku tak bisa melakukan itu pangeran. Aku takut kau malah pergi
lebih jauh dari jarak ini. Apa aku gila? Aku hanya menuruti hati yang sudah tak
bisa kukendalikan seperti apa yang logikaku mau. Seseorang pernah berkata
padakku, “jangan pernah mengejar seorang laki-laki yang tidak pernah memperjuangkan
perasaanmu. Jika dia seorang lelaki, dia sendiri yang akan meminta maaf tanpa
sedikitpun merasa malu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar