Cerita itu belum juga usai. Aku membentuk paragraf baru setelah tanda titik itu. Dan malam ini pertahanan rindu terkikis oleh sapaan foto gagahmu, abang. Kehendak yang mengeras seperti batu yang memahat nama indahmu "pahlawan besar yang dipuji bak bunga" arti nama yang sangat indah seperti aku mengindahkanmu dalam doaku.
Rintik hujan itu turun, mengapungkan kenangan yang belum sempat ku rapihkan, mereka masih berserakan menunggumu menatanya. Sudah beberapa purnama itu hilang tersapu angin namun kau tetap tak datang. Memustuskan bertahan, berjuang sendirian meyakinkan bahwa kau akan mebawa lebih banyak tangkai mawar putih dengan pita merah jambu yang dililit cantik. Bukan, bukan hanya karena alasan itu aku berdiam disini, bahkan aku tak punya alasan untuk apa aku menunggu? Aku hanya ingin menunjukan bahwa aku setia, aku setia pada ucapanku. Aku setia pada puisi terakhirku, kamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar