Jumat, 10 Januari 2014

hanyakah aku?



Hanyakah aku??


Aku meyakinimu setulus embun yang menetes

            Mungkin keegoanku membuatnya terpenjara di jeruji hatiku lalu terkunci hingga ia tak bisa bebas terbang seperti merpati melewati senja. Aku mencintainya dengan caraku dan mereka mencintainya dengan cara mereka. Tapi percayalah aku takkan membuat ia kecewa. Beribu opini datang menyerangku, menghujamku dan seolah aku tak pantas bersanding dengannya.

            Lelakiku… sebut saja geo. Sosok lelaki yang aku yakini dia akan berkomitmen dengan janjinya sebelum dia memintaku menjadi wanitanya. Namun yang ku fakir ternyata salah, cintanya tak setulus apa yang ku kira selama ini. Fikiranku hanya tertuju, “ia pasti setia untukmu”. yah… aku tak mau berpikiran buruk tentangnya. Aku mempercayainya, meski aku pernah teluka olehnya. Sakitnya sungguh masih terasa, namun kekuatan cinta menghapus coretan yang pernah ia lukis menjadi luka di hatiku.

Tuhan menunjukkan padaku siapa dirinya

            Tiga bulan yang lalu, aku melihat ia berubah setelah mengenal wanita itu. Seorang wanita yang sangat terobsesi untuk mendapatkan geo. Berjuta cara ia lakukan untuk mendapatkan sekeping hati geo, dari menggodanya lewat sms, telpon, message di FB sampai mencuri perhatian geo selama ia berada di sekolah. Telingaku panas terlebih hatiku yang tak bisa menahan rasa amarahku pada wanita itu. Ku teliti gerak- geriknya dan sampai saat ini ia masih terobsesi untuk menyingkirkanku demi mendapatkan geo meskipun geo mengatakan padanya “aku sudah mempunyai wanita”. Ternyata telinganya kebal, rasa malunya telah hilang tertutup oleh rasa ingin memiliki yang menggebu tanpa arah. Aku tetap mempercayai geo bahwa ia masih setia dalam persimpangan mimpi untuk menjemputku di kehidupan tanpa luka dan air mata.

Diamku menunjukkan kedewasaanku

            Ku biarkan angin membawa cerita tentang geo dan wanita itu, berharap tuhan akan mengubah putarannya menjadi senandung yang mengalun lembut. Aku terdiam sesaat, mencoba membuka mataku lebar- lebar dan ternyata ku temukan geo terjebak dalam permainan cintanya yang penuh dusta. Bodohnya, geo memberikan harapan pada wanita itu sehingga hatinya terbang dan menganggap geo itu miliknya, Hanya miliknya. Hingga kebutaan cinta itu merasuki hati dan pikirannya. Mencacimaki setiap wanita yang ia anggap akan merenggut geo dari dekapannya, mesikpun ia dan seisi dunia itupun tau aku adalah wanita yang geo cintai tapi aku berusaha menutupi sikap cemburuku saat wanita lain mendekati geo.


Hanyakah aku yang mengisi relung hatimu??

            Meskipun cinta geo hanya tercipta untukku, tapi sungguh aku gerah dengan sikap geo yang secara tidak langsung membiarkan wanita lain berharap mendapatkan hatinya. Namun sekali lagi aku hanya terdiam membiarkan mereka bercerita di atas lukaku. Luka yang belum kering kembali basah oleh kebusukan atas kepercayaan yang ternodai penghianatan.


Hatinya tertawa setelah ia mengukir kenangan dengan lelakiku

            Tak habis ku teliti sikap wanita itu, lalu kembali ia berbicara akan kedekatannya dengan geo lewat dunia maya yang seolah membuat mataku seakan ingin ku tusuk hingga buta daripada aku harus di hadapkan pada sebuah kenyataan yang cukup membuat hatiku teriris. Kepercayaanku dipermainkan disini.


Tuhan menghapus kesabaranku

            Aku hanya wanita lemah yang tak banyak mempunyai kata untuk menegur wanita itu. Toh.. cinta itu adalah hak, tentang mencintai & dicintai adalah fitrah setiap hati manusia yang bernyawa. Namun akhirnya aku menyerah, dan membiarkan tuhan menghapus kesabaranku. Entah sesuatu apa yang menyelundup ke dalam hatiku tapi sungguh akhirnya aku berani mengatakannya pada geo jika “aku cemburu”. Geo mengerti itu dan mulai menjauhi wanita yang terobsesi padanya.

Ternyata geo mencintaiku

            Saang waktu berganti diiringi senyuman, membuatku merasa semakin kuat untuk tetap bertahan akan rasa yang tertanam tentang sebuah cinta. Geo tak pernah kehabisan akal untuk membuat seutas senyumku mengembang lewat tegukan cappuccino hangat yang selalu terhidang di meja ruang tamu saat geo mengunjungiku di rumah atau sekedar melepas rasa rindunya setelah seminggu tak bertemu denganku. Menikmati malam mebunuh semua rasa sepi  dan curigaku akan kedekatan geo dengan wanita itu. Dan geo berhasil meyakinkanku bahwa cintanya masih tetap terbinkis rapi untukku. Hampir saat ini angin yang berlari tak membisikan suatu isyarat apapun tentang wanita itu yang ada hanya teguran mesra sang angin bahwa hati wanita itu telah terluka yang terpaksa menerima kenyataan aku dan geo semakin yakin akan hubungan kami. Sang dewa dan dewi cintapun bersorak akan kemenangan cinta kami melawan godaan yang datang silih berganti bagai  arus kendaraan. Aku merasa menjadi langit yang akan selalu menang di hati geo.


Tuhan tak rela aku mempercayainya

Satu keajaiban membuka mataku, tuhan tak pernah bungkam ia memperlihatkan bagaimana sikap seseorang yang telah aku percaya akan menjaga semuanya. Lewat tulisan wanita itu dalam dunia maya mengatakan “menghabiskan malam denganmu di dekat rumahmu membuatku merasa bahagia”. Hatiku sakit, ternyata ia tak lebih dari seorang penyair penuh dusta. Aku mempercayai ucapannya, membiarkan hatiku terutup dari angin yang berusaha mengungkap kejujuran tentangmu. Kembali tuhan tak berpihak padaku saat ini. Aku tak diberinya kekuatan untuk meronta hanya sekedar menghapus rasa sesakku. Dan mungkin cara tuhan menuntunku bungkam untuk menyadarkan geo bahwa kesalahannya itu sungguh membuatku sangat kecewa. Hatiku terhempas jauh dari rasa bahagia hingga patah seperti coklat hati berwarna pink yang sengaja ku patahkan untuk menandakan hatiku yang kian hancur menghadapi kenyataan ini.

“mengapa kau dulu membohongiku?? Menganggapku seolah bunga terakhirmu?


            Menanti kepastian untuk membuktikan semua ini adalah kesalahan yang tertulis disela-sela percintaan kami, itu yang ku tunggu……………..
Ku harap angin akan membawa & merangkummu dalam kejujuran menemuiku





Cerita ini hanya fiktif. Mohon maaf apabila ada pihak yang merasa tersinggung

Mohon kritik dan saranya  ^_____^



original Created by Nova Patria

bersambung



Aku suka sastra, apapun yang berbau sastra membuat mataku geli ingin membaca dan rasa keingintahuanku memuncak seperti uap pada rebusan air didapur rumahku. Yah.. pertama kali aku mengenal keindahan yang terkandung dalam sebuah karya sastra ialah saat aku membaca buku diary kakakku. Banyak puisi, sajak, syair bahkan ceritanya melewati hidup. Dia kakakku satu- satunya tapi sayang perbedaan pikiran yang memupuk rasa saling iri satu sama lain membuat hubungan kami tak pernah serasi. Hobiku memotret, membidik objek yang menurutku pantas untuk ku jadikan koleksi foto di laptopku. Aku menghabiskan waktu dengan kamera pemberian ayah saat umurku menginjak 15 tahun. Banyak tempat yang pernah ku jadikan latar untuk sesi pemotretan ala mimi, yah.. panggilan sayang keluarga untuk diriku Revalia meysha.

Kejadian sabtu sore saat mentari senja akan berpamitan, ku arahkan kameraku di sebuah taman kota. Tak sengaja kameraku membidik satu objek seorang lelaki, bisa ku katakan dia nyaris sempurna. “hasil yang bagus” kataku. Lalu kembali ku arahkan lensa kamreaku untuk mencuri foto lelaki itu, yah..setiap adegan ingin rasanya ku abadikan. Lelaki misterius, menghabiskan waktunya dengan sebuah buku catatan kecil. Ia menulis beberapa kata atau bahkan mungkin ribuan kalimat hingga ia berhasil memenuhi lembar demi lembar buku itu kemudian ia merenung. Entah apa yang ia tulis namun ia berhasil mencuri perhatianku tanpa susah payah yyeeeah.

rasa itu



Perang emosi itu membuatku kehilangan beberapa kalori. Menurunkan kesadaranku untuk lebih berpikir positif. Aku tau mask kau tersiksa atas perlakuanku yang mencekik langkahmu namun percayalah disini aku lebih tersiksa mendengar cerita manismu dengan perempuan lain dan itu bukan aku. Ini memang salahku mas aku terlalu mengekangmu, namun coba sejenak kau fikir ketika sepasang bola mataku tak sengaja melihat pesan masuk di akun facebookmu kau menyapa wanita lain dengan panggilan “say” dan “cantik” pernah kau bayangkan mas betapa kecewanya aku mas? Mas mengapa ka uterus menguji kesabaranku, apakah aku kurang sabar untuk menghadapimu mas? Lalu dimanakah hati nuranimu setelah kau bermain api dengan yang lain? Siapa yang memadamkan kalau bukan kesabaranku? Mas berapa kali aku mengetahui kedekatanmu dengan wanita lain? Beberapa dari mereka  memitnahku mas, mengancamku tapi mengapa engkau enggan bicara dan tetap menutup mulutmu untuk itu. terasa salahkah hatimu mas? Atau kau acuh ketika aku dihujani cacian dan makian dari mereka? Memang aku tak pernah memberitahumu tentang itu karna ku fikir toh pada akhirnya hanya aku yang bisa kau salahkan atas khilaf yang bukan aku lakukan. Aku tak lagi mengenalmu mas, lelaki yang sangat mencintaiku dan aku tak melihat itu lagi dari dirimu. Mas… mengapa kau selalu memutarkan kesalahan seolah aku ini sangat berdosa hingga ingin meminta maaf sajapun aku mendatangi rumahmu dan ternyata tak kudapati kau disana, ku putar arah yang lebih jauh untuk mencarimu. Aku harus menahan laparku, menahan dahagaku demi mencarimu dibatas kota. Setelah aku mendapatimu yang tengah duduk ternayata aku harus pulang membawa sepenggal lara dan kecewa karena kalimatmu yang halus mengusirku untuk pergi. Mengapa kau sekejam itu? apa dosaku mas.. apa aku pernah menduakanmu? Apa aku pernah pergi dengan lelaki lain tanpa seijinmu? Apa aku pernah menggoda lelaki lain untuk menghianatimu? Tanya tuhan… jika kau tak percaya atas jawabanku karena tuhan tak pernah berdusta. Jika aku hanya mencintai hartamu mas… tak perlu aku menangis karena mencintai lelaki sepertimu sedangkan diluar sana banyak yang jauh lebih berharta. Maafkan aku jika selama ini aku harus merepokan hidupmu, aku harus membuat darahmu melambung untuk mengahadapiku terlebih karena aku telah tinggal dihatimu…


Izinkan Aku memilih






Jatuhkan hatiku kepadamu itu satu hal yang sangat membingungkan. Memutar misi, membaliknya lalu aku tak menemukan apa-apa.  Senja yang merah ini menghantarkanku pada sebuah kesepian. Kesepian itu bagai gaya gravitasi yang memaksaku merasakan hati seperih ini. Mencintainya bukan pilihan untukku tapi entah karena alasan apa aku mampu bertahan meski ia memberiku sangat banyak luka dihati. Luka.. apa benar yang kurasakan ini adalah luka? Bagaimanakah menurut pendapatmu sobat saat engkau memiliki kekasih namun kekasihmu itu tak pernah meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengirimimu sebuah pesan singkat? Pasti kalian menyuruhku untuk berpikir positif, mungkin dia sibuk! Tapi apakah benar dia sibuk? Tapi sesibuk apakah dia? Dia hanya seorang lelaki berusia 17 tahun lalu apa kesibukan yang berhasil masuk dalam daftar agendanya hari ini? Aku ingin sekali berontak sobat, terkadang aku lelah dalam penantian ini. Tempat tinggal kita hanya 4 KM, apakah menurut kalian jarak itu jauh? Sungguh tidak, bukan? Hanya perlu waktu 20 menit untuk dia sampai dirumahku. Malam minggu akku hanya menghabiskan sepanjang malamku diatas ranjang bersama ponsel, diary atau bahkan laptopku untuk sekedar menunggunya mengirimiku pesan, tapi kurasa dia tak ingat akan penantianku ini sobat! Sungguh miris bukan?

Kesabaran ini melatihku untuk tetap kuat bahwa aku masih mempunyai tuhan yang selalu siap menerima sujudku saat para muadzin itu mengingatkan dunia. Terkadang akku ingin menyerah dan melepaskan rasaku agar aku tidak sesakit ini, namun aku masih mengumpulkan kesabaran- kesabaran yang telah usang untuk mengingatkan perjuanganku bertahan dua tahun belakangan ini, bukan aku bodoh! Aku hanya mencoba ikuti kata hati.

Bilapun semua cerita ini akan berakhir aku pasti akan merasa begitu kehilangan namun mungkin akku tak akan menangis karena kurasa airmataku telah habis untuk menangisinya. Aku ingin dia mengerti, jika wanita lain berada diposisiku mungkin belum ada yang sekuat aku. Tuhan.. aku ingin kau membangunkanku dari lamunan panjang ini, nafasku seperti berada dipangkal tenggorokanku sobat. Ingin ku hembuskan tapi aku tak mau kehilangannya karena aku hanya mempunyai satu kesempatan untuk menjaganya namun jika dengan berat hati aku harus menahannya aku sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang kucoba tutupi lewat seutas senyum palsu ini.

Menangis.. adalah hal yang paling sering kulakukan belakangan ini, kurasa sesuatu merubah semuanya entah sikapnya yang berubah atau sikapku yang mulai kelelahan untuk meyakinkanku sendiri bahwa diapun juga mencintaiku. Aku belum cukup puas untuk menikmati rasa sakitnya walau terkadang hal ini membuat logikaku gatal untuk menggaruknya agar luka dan rasa sakit hati yang sedari tadi menggelayutiku segera luluh. lalu aku tak merasakannya lagi. Kau tau sobat? Rasa sakit yang kurasakan seperti organ dalam tubuhmu tercabik! Sangat perih memang namun aku masih mau berjuang sekalipun sepotong hati kecilku ini akan menemui tamu terakhirnya, malaikat maut.

Lelah lama aku bertahan demi sepenggal harapan yang dia buang begitu saja. Lalu apa artinya semua yang aku lakukan untuk membuka hati kecilnya? Masih adakah sedikit keraguan bahwa aku benar menyayanginya? Bahkan aku mengenalnya seperti aku mengenal diriku sendiri.

gagal



Malam ini, entah tulisan keberapa yang berhasil kutulis tentang dirimu. tak cukup biru atau bahkan merah merona. Tak sedikit orang yang membenci, mercercaku tentang tarian jemariku dalam coretan kata. Lalu mereka berusaha menahan cintaku, yah cinta ini untukmu…

Kau tau ketika raut wajahmu hampir tak ingin ku ingat lagi, hidupku diselimuti tirai biru yang sendu. Aku tak ingat, kapan aku terakhir merasakan jatuh cinta??
Perlahan bayangmu melintas. Menyiram hatiku yang sedang terlelap dalam mimpi  maya. Saat hatiku terbangun dan pertama kali membuka matanya, kuhitung tanggal yang mati tanpa kusadari. Aku banyak menghabiskan waktu suramku ketika namamu mulai memudar dengan sendirinya diterpa badai kekecewaan. Rasa kecewa itu dan kau tau bagaimana rasanya? Seperti nafasmu tertahan ditenggorokan dan tak bisa bersirkulasi diorgan dekat hatimu. Sesak mengeruak menarik paksa air mataku untuk jatuh dengan gaya gravitasinya. Jiwaku Mungkin telah kering, atau bahkan rohku salah arah. Aku tak menemukan diriku dalam raga ini. Kucari jiwaku, masih saja kucari dalam lorong- lorong waktu yang membawaku dihadapan memori usang dalam kaset yang bertuliskan nama indahmu “kekasihku”

Hujan pagi buta membasahi ingatanku, gemerciknya seolah menandakan kau yang terkasih mengingatku. Dan ternyata memang benar, kau datang laksana pelangi. mengawali dengan rasa sakit seperti tersambar halilintar dan mengakhirinya dengan keindahan senyumu seperti pelangi.