Jumat, 10 Januari 2014



Izinkan Aku memilih






Jatuhkan hatiku kepadamu itu satu hal yang sangat membingungkan. Memutar misi, membaliknya lalu aku tak menemukan apa-apa.  Senja yang merah ini menghantarkanku pada sebuah kesepian. Kesepian itu bagai gaya gravitasi yang memaksaku merasakan hati seperih ini. Mencintainya bukan pilihan untukku tapi entah karena alasan apa aku mampu bertahan meski ia memberiku sangat banyak luka dihati. Luka.. apa benar yang kurasakan ini adalah luka? Bagaimanakah menurut pendapatmu sobat saat engkau memiliki kekasih namun kekasihmu itu tak pernah meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengirimimu sebuah pesan singkat? Pasti kalian menyuruhku untuk berpikir positif, mungkin dia sibuk! Tapi apakah benar dia sibuk? Tapi sesibuk apakah dia? Dia hanya seorang lelaki berusia 17 tahun lalu apa kesibukan yang berhasil masuk dalam daftar agendanya hari ini? Aku ingin sekali berontak sobat, terkadang aku lelah dalam penantian ini. Tempat tinggal kita hanya 4 KM, apakah menurut kalian jarak itu jauh? Sungguh tidak, bukan? Hanya perlu waktu 20 menit untuk dia sampai dirumahku. Malam minggu akku hanya menghabiskan sepanjang malamku diatas ranjang bersama ponsel, diary atau bahkan laptopku untuk sekedar menunggunya mengirimiku pesan, tapi kurasa dia tak ingat akan penantianku ini sobat! Sungguh miris bukan?

Kesabaran ini melatihku untuk tetap kuat bahwa aku masih mempunyai tuhan yang selalu siap menerima sujudku saat para muadzin itu mengingatkan dunia. Terkadang akku ingin menyerah dan melepaskan rasaku agar aku tidak sesakit ini, namun aku masih mengumpulkan kesabaran- kesabaran yang telah usang untuk mengingatkan perjuanganku bertahan dua tahun belakangan ini, bukan aku bodoh! Aku hanya mencoba ikuti kata hati.

Bilapun semua cerita ini akan berakhir aku pasti akan merasa begitu kehilangan namun mungkin akku tak akan menangis karena kurasa airmataku telah habis untuk menangisinya. Aku ingin dia mengerti, jika wanita lain berada diposisiku mungkin belum ada yang sekuat aku. Tuhan.. aku ingin kau membangunkanku dari lamunan panjang ini, nafasku seperti berada dipangkal tenggorokanku sobat. Ingin ku hembuskan tapi aku tak mau kehilangannya karena aku hanya mempunyai satu kesempatan untuk menjaganya namun jika dengan berat hati aku harus menahannya aku sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang kucoba tutupi lewat seutas senyum palsu ini.

Menangis.. adalah hal yang paling sering kulakukan belakangan ini, kurasa sesuatu merubah semuanya entah sikapnya yang berubah atau sikapku yang mulai kelelahan untuk meyakinkanku sendiri bahwa diapun juga mencintaiku. Aku belum cukup puas untuk menikmati rasa sakitnya walau terkadang hal ini membuat logikaku gatal untuk menggaruknya agar luka dan rasa sakit hati yang sedari tadi menggelayutiku segera luluh. lalu aku tak merasakannya lagi. Kau tau sobat? Rasa sakit yang kurasakan seperti organ dalam tubuhmu tercabik! Sangat perih memang namun aku masih mau berjuang sekalipun sepotong hati kecilku ini akan menemui tamu terakhirnya, malaikat maut.

Lelah lama aku bertahan demi sepenggal harapan yang dia buang begitu saja. Lalu apa artinya semua yang aku lakukan untuk membuka hati kecilnya? Masih adakah sedikit keraguan bahwa aku benar menyayanginya? Bahkan aku mengenalnya seperti aku mengenal diriku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar