Jumat, 10 Januari 2014

jika kau dengar



“Mencintaimu mungkin membuat air mataku tak mudah jatuh” fikirku saat kupandangi sketsa wajahnya dalam buku harianku. Kejadian setahun lalu saat kecelakaan merenggut pita suaraku, membuatku merasa berdosa mencintainya. Aku hanya seorang gadis bisu yang hamper putus asa mempertahankan cintaku untuknya. Ia menguatkan aku, meyakinkan aku bahwa aku masih teristimewa dalam hidupnya. Aku hanya bisa bersyukur tuhan mempertemukan aku dengan seorang lelaki setulus hatinya. Dua tahun yang lalu saat semua hidupku masih terasa sempurna, dirimu hadir menawarkan sejuta harapan yang menunggu untuk kita jemput di masa depan yang masih dalam dekapan sang waktu. Hatiku mengikuti apa yang sesungguhnya engkau harapkan dibalik kebaikannya padaku.

            Bulan pertama, cinta kita bersemi seperti rumput- rumput kecil yang sejuk tertetesi embun. Ia terus tumbuh menantang sang waktu. Berlari sepihak jarum yang menempel di dinding kamarku. Tak terasa ku dapati cinta itu semakin tumbuh bersama goresan kisah yang ku tulis dalam lembaran kitab- kitab yang telah lama usang. Teringat saat kau masih memperhatikanku. Setiap pertemuan kau selalu menggodaku, memanjakanku, bahkan kau masih menganggapku anak kecil yah… memang seperti itulah aku.

Pertengkaran tak bisa ku elak saat pemikiran kita tak sejalan, dia hanya bungkam seolah tak peduli dan lebih menyibukan dirinya bermain game daripada harus berdebat denganku. Aku mengerti itu dan diamku bukan hanya untuk menunggu tapi itu sebuah usahaku dalam pendewasaan memecahkan perang emosi antara dia dan aku. Ku pilih membawa ragaku ke pantai lepas menikmati deburan ombak dibatas senja. Ku pandangi selaksa pasir dan air laut yang tergenang di jagat raya-Nya, membuatku merasa kesendirian ini sangat menyakitkan. Mentari senja yang terkalahkan oleh petang mulai tenggelam bersama emosi yang kian larut terbawa deburan ombak lalu hilang bersama kekecewaan. Sesekali kulihat ponselku tapi tak ada satu pesanpun yang mengabarkan dirinya masih memperdulikanku. Saat itu airmataku mulai terjatuh, ku usap kasar hingga emosi dalam dadaku menguak, menguasai pikiranku. Ku kendarai motorku diatas rasa amarahku padanya. tak terasa tubuhku terpental saat kendaraan di depanku menghentikan lajunya seketika.

Aku terbangun dalam ruangan yang tertata seperti rumah sakit, yah… itu memang rumah sakit tepatnya ruang ICU.  Kulihat beberapa wajah disana yang masih ku kenal, ayah, ibu dan izhar kekasihku. Ia mendekatiku dan mengusap- usap rambutku. Aku ingin sekali bertanya padanya “mengapa ia tak sedikitpun memperdulikanku??” namun tenggorokanku terasa sakit, hanya mulutku yang terbuka tapi tak ada satu katapun yang terdengar olehku. Izhar menyuruhku diam untuk tidak berbicara padanya. Matanya memandangiku dan seolah ia ingin menitihkan airmata, entah pertanda apa airmatanya akupun tak mengerti

Tak kulihat ayah dan ibu ternyata mereka sedang membicarakan keadaanku dengan dokter, ku dengar sebuah kalimat dokter yang cukup membuatku benar- benar merasa terpukul “ibu, kecelakaan yang menimpa anak ibu membuat pita suaranya rusak. Tim medis sudah berusaha semaksimal mungkin tapi tuhan berkata lain”. Seketika tubuhku lemas seperti tulang- tulang yang ada dalam tubuhku telepas. Harapan yang telah ku rangkai dalam hiduppun pupus tapi kesabaran izhar membuatku ikhlas menerima kenyataan ini.

Setelah kepulanganku dari rumah sakit, tak ada yang berubah dari diri izhar kesibukan dia dengan dunia game semakin menjadi – jadi. Aku berusaha mengerti dunianya, mengerti keinginannya meski hatiku terluka.

Satu ketika izhar mengajakku kepantai, sebenarnya aku marah karena perubahan sikapnya yang mulai menipiskan kesabaranku. Disela- sela kebersamaan kami tiba-tiba ponsel izhar berbunyi. Aku tak tau apa yang sedang izhar bicarakan dengan seseorang diseberang sana. Sesaat perbincangan izhar dengan seseorang itu kemudian izhar berpamitan untuk pulang lebih dulu dan meninggalkanku dalam batas senja. Sejujurnya aku tak ingin izhar pergi tapi apa gunanya?? Aku hanya gadis bisu yang tak bisa berkata- kata, aku hanya meniitihkan airmata kekecewaan dipembelakangan izhar






Tidak ada komentar:

Posting Komentar